Kamis, 08 November 2012

Kamilla Satoe


Semburat merah keemasan menyemarak di langit, awan-awan tampak gemerlap bak permaisuri yang mempersiapkan kedatangan junjungannya. Angin sepoi membisikkan hawa dingin mencumbu pucuk-pucuk pinus yang mengangguk seolah enggan menanggapi.
Kamilla merapatkan kedua tangannya menutupi dada, mencoba mengusir hawa dingin yang mencoba menusuknya pelahan.  Sepasang matanya yang berwarna coklat bening berkaca-kaca.  Bening telaga kaca itu akhirnya luruh menjadi sebutir permata yang menggantung di pelupuk matanya.  Kasar Kamilla mengusapnya.
“Ya sudah kalo itu mau Mas, aku gag bisa maksa?”  Sergahnya dengan suara sengau.  Sekuat tenaga ditahannya air mata yang sudah mendesak ingin keluar.  Sembari menengadah dia tertawa kecil.  “Aku tahu akhirnya akan begini juga….”